Lantas, bagaimanakah menyelenggarakan resepsi pernikahan yang Islami itu?. Selama ini memang yang banyak ditulis oleh para ulama adalah berkaitan dengan fiqh walimah, seperti wajibnya menghadiri undangan, walimah yang sederhana, tentang tarian dan rebana, serta sunnah-sunnah yang dilakukan bagi mereka yang diundang. Jarang sekali yang memberikan panduan teknis tentang pelaksanaan walimah, sehingga lazim kita temukan resepsi pernikahan dilakukan dengan cara-cara yang tidak Islami, seperti makan dengan berdiri ( standing party ), campur baur tamu laki-laki dan perempuan, sampai pada digelarnya organ tunggal dengan penyanyi bersuara merdu dan memamerkan auratnya.
Sejatinya, agar sebuah acara walimah berjalan secara Islami dan mendapatkan barakah dan ridho Allah Swt, haruslah memperhatikan hal-hal berikut:
Pertama, tempat duduk tamu laki-laki dan perempuan harus terpisah ( infishal ). Setidaknya ada hijab yang membatasi antara tempat duduk laki-laki dan perempuan. Karena Islam mengharamkan adanya campur-baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat) kecuali dalam hal-hal tertentu seperti pada pelaksanaan ibadah haji di Masjidil Haram.
Kedua, makan dan minum dengan cara yang Islami. Tidak diperbolehkan makan dan minum dengan berdiri. Hal ini berdasarkan larangan dari Rasulullah Saw. Dari Anas dan Qatadah, Rasulullah Saw bersabda, ”Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri, Qotadah berkata, ”Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu kebih buruk lagi”. ( HR. Muslim dan Turmidzi ). Hadits yang lain dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, “Jangan kalian minum sambil berdiri ! Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan !” ( HR. Muslim ). Maka penyelenggara walimah tidak diperbolehkan mengadakan standing party. Harus disiapkan tempat duduk untuk seluruh tamu yang hadir.
Jika sahibul bayt berpandangan bahwa merokok itu haram, maka sebaiknya diumumkan kepada hadirin baik di dalam undangan maupun di tempat acara, agar tidak merokok saat acara walimah berlangsung.
Ketiga, para tamu undangan diminta untuk mengenakan busana yang syar’i, yang menutup seluruh auratnya. Allah Swt berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang ( biasa ) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya…….” ( QS. An Nuur [24] : 31 ).
Keempat, tidak berjabat tangan dengan selain mahramnya. Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menyalami perempuan yang berba’iat kepadanya dalam Baia’tur Ridlwan.
Kelima, tidak diiringi dengan tarian dan nyanyian ( musik ) yang tidak Islami. Diperbolehkan adanya rebana dan nyanyian yang dilantunkan oleh anak-anak kecil, sesuai dengan sabda Rasulullah saw, “Pembeda antara perkara halal dengan yang haram pada pesta pernikahan adalah rebana dan nyanyian ( yang dimainkan oleh anak-anak kecil )” ( HR. Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, Al Hakim ).
Demikianlah setidaknya hal-hal yang harus diperhatikan saat menyelenggarakan resepsi pernikahan. Jika berkaca pada budaya resepsi yang saat ini tengah menjamur, sekilas nampaknya aturan diatas akan sangat sulit untuk dilakukan. Tetapi dengan persiapan yang matang dan komunikasi yang baik antara kedua mempelai, kedua keluarga dan diumumkan kepada para undangan, niscaya hal diatas menjadi mudah untuk dilakukan. Semua demi mengharapkan berkah dan ridho dari Allah Swt. Wallahu a’lam bishshawab ■
0 Komentar
Penulisan markup di komentar