Pengantar
Setelah hancurnya Khilafah tahun 1924, banyak harakah Islam bangkit berjuang untuk mengembalikan kejayaan Islam. Berbagai harakah Islam ini berjuang dengan tujuan, ide, dan metode perjuangan masing-masing. Meski berbeda-beda, namun insya Allah semuanya mendapat ridha Allah SWT selama mereka ikhlas berjuang untuk Islam.
Setelah hancurnya Khilafah tahun 1924, banyak harakah Islam bangkit berjuang untuk mengembalikan kejayaan Islam. Berbagai harakah Islam ini berjuang dengan tujuan, ide, dan metode perjuangan masing-masing. Meski berbeda-beda, namun insya Allah semuanya mendapat ridha Allah SWT selama mereka ikhlas berjuang untuk Islam.
Hanya
saja, tak semua perjuangan itu relevan dengan masalah utama (qadhiyah
mashiriyah) umat Islam atau sesuai dengan tuntutan ajaran Islam dalam
perubahan. Jadi ikhlas saja tidaklah cukup, meski keikhlasan memang
tuntutan mendasar dalam amal perjuangan. Keikhlasan harus disertai
dengan pemahaman akan hukum-hukum Islam serta tuntutan ajaran Islam
dalam perubahan.
Masalah Utama Umat Islam dan Tipologi Harakah Islam
Islam tak diragukan lagi adalah agama yang komprehensif, yaitu bukan sekedar agama spiritual, tapi juga mengatur segenap aspek kehidupan. Islam adalah agama dan negara. Maka dari itu, sejak Rasulullah SAW diutus sebagai nabi dan rasul, yang menjadi masalah utama umat Islam adalah bagaimana mengamalkan agama Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bernegara.
Islam tak diragukan lagi adalah agama yang komprehensif, yaitu bukan sekedar agama spiritual, tapi juga mengatur segenap aspek kehidupan. Islam adalah agama dan negara. Maka dari itu, sejak Rasulullah SAW diutus sebagai nabi dan rasul, yang menjadi masalah utama umat Islam adalah bagaimana mengamalkan agama Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bernegara.
Rasulullah
SAW telah berhasil mewujudkan Islam dalam kehidupan bernegara sejak
beliau menegakkan Daulah Islamiyah di Madinah. Inilah yang kemudian
dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sesudah beliau selama sekitar 1300
tahun hingga hancurnya Khilafah di Turki tahun 1924. Sejak saat itulah
umat Islam hidup terpecah belah dalam puluhan sistem thaghut sekuler dan
hidup tertindas karena menjadi sasaran penghisapan dan penjajahan
Barat.
Maka
dari itu, selama Islam adalah agama dan negara, bukan sekedar agama
spiritual, setiap perjuangan harakah Islam wajib memperhatikan masalah
ini dalam perjuangannya. Inilah yang disebut masalah utama umat, yaitu
mengamalkan seluruh ajaran Islam dalam kehidupan bernegara dalam bingkai
negara Khilafah.
Dengan demikian, perjuangan harakah Islam seharusnya terfokus pada dua hal. Pertama,
membebaskan umat Islam dari penjara sistem thaghut sekuler yang telah memecah belah umat Islam dan menjadikan mereka tak berdaya menghadapi hegemoni Barat. Kedua, mengembalikan umat dalam satu institusi politik pemersatu umat, yaitu negara Khilafah Islam.
Dengan demikian, perjuangan harakah Islam seharusnya terfokus pada dua hal. Pertama,
membebaskan umat Islam dari penjara sistem thaghut sekuler yang telah memecah belah umat Islam dan menjadikan mereka tak berdaya menghadapi hegemoni Barat. Kedua, mengembalikan umat dalam satu institusi politik pemersatu umat, yaitu negara Khilafah Islam.
Penguasa
Dunia Islam sebagai pemimpin sistem thaghut itu sangat memahami hal
ini. Maka mereka pun melakukan serangkaian strategi untuk membendung dan
menjinakkan harakah-harakah Islam. Mereka berhasil sehingga akhirnya
harakah-harakah Islam terbelah menjadi dua tipe utama. Pertama, harakah
Islam ideologis yang tidak tersesatkan oleh realitas. Harakah jenis ini
sangat paham bahwa untuk mengatasi masalah umat Islam caranya adalah
merombak total sistem sekuler yang ada serta memimpin umat untuk
menerapkan seluruh hukum Islam dalam negara Khilafah.
Kedua,
harakah Islam pragmatis yang disesatkan oleh realitas, yang tidak sadar akan masalah umat, mengakui keabsahan sistem yang ada, serta berjuang dari dalam sistem.
harakah Islam pragmatis yang disesatkan oleh realitas, yang tidak sadar akan masalah umat, mengakui keabsahan sistem yang ada, serta berjuang dari dalam sistem.
Bertolak
dari kondisi umat Islam yang kini hidup tercerai berai dalam sistem
thaghut, maka yang dilakukan harakah Islam seharusnya adalah mengubah
total sistem thaghut itu, seperti yang dilakukan harakah Islam
ideologis.
Perubahan
ini berarti tidak mengakui keabsahan sistem thaghut (sekuler) yang ada,
karena sistem bikinan penjajah ini hakekatnya adalah musuh Islam dan
pelayan kaum penjajah. Perubahan ini juga harus dilakukan dari luar
sistem untuk menghancurkannya, bukan dari dalam sistem seperti yang
dilakukan harakah Islam pragmatis dengan berpartisipasi dalam kabinet
dan parlemen.
Perubahan
ini berarti juga harus disertai upaya memimpin umat untuk memahami dan
mengamalkan Islam secara sahih. Yaitu Islam sebagaimana diterapkan
Rasululah SAW dan para khalifah sesudahnya dalam negara Khilafah, yang
akan menyatukan umat yang terpecah belah dan mengembalikan kemuliaan
mereka yang terampas oleh kaum penjajah.
Memang
penguasa zalim Dunia Islam lebih suka memelihara harakah Islam
pragmatis. Sebab dari dua tipe harakah Islam yang ada, harakah pragmatis
tidak mengajak umat untuk mengubah sistem thaghut secara total, bahkan
mengakui keabsahannya. Harakah pragmatis pada prinsipnya memang bersedia
hidup dalam sistem thaghut yang zalim. Maka sistem thaghut tak akan
khawatir terhadap harakah pragmatis semacam ini, walaupun harakah ini
menggembar-gemborkan slogan ”Islam Adalah Solusi,” atau ”Kami Ingin
Syariah Islam,” atau bahkan slogan ”Kami Ingin Khilafah.” Semua ini tak
mengkhawatirkan sistem thaghut, selama harakah pragmatis ini telah
mengakui keabsahan sistem sekuler yang ada.
Dengan
demikian, harakah pragmatis ini telah melakukan penyesatan politik yang
dapat menyimpangkan umat dari perjuangan yang benar. Karena
keterlibatan harakah pragmatis dalam sistem thaghut berarti melegitimasi
sistem thaghut sekaligus mempersulit harakah ideologis untuk
menghancurkan sistem thaghut yang ada. Dan perlu dicatat, kebijakan
penguasa Dunia Islam yang seperti ini telah didukung oleh Barat.
Strategi Barat Menghadapi Harakah Islam
Barat telah membagi kaum muslimin menjadi dua golongan utama, yaitu golongan fundamentalis (ekstremis) dan golongan moderat. Dari
keduanya Barat hanya mendukung golongan moderat, dan bahkan
mendudukkannya ke kursi kekuasaan, karena golongan moderat memang tidak
menimbulkan bahaya bagi sistem politik di Dunia Islam dan bagi
eksistensi Barat di Dunia Islam. Inilah garis besar Barat untuk
menyesatkan harakah-harakah Islam.
Contoh
nyata untuk strategi Barat itu adalah apa yang terjadi pada Partai
Keadilan dan Pembangunan (PKP) pimpinan Recep Tayyip Erdogan di Turki.
Turki tetap saja sekuler, dan bahkan menjalankan kebijakan AS dan
Israel, meskipun PKP telah berhasil berkuasa. Inilah bukti nyata bahwa
PKP telah menjadi harakah Islam yang disesatkan Barat sehingga PKP
justru menjadi agen dan kepanjangan tangan dari kepentingan Barat.
Sayangnya,
banyak generasi muda umat yang terkecoh dengan harakah pragmatis
seperti PKP. Mereka menganggap PKP yang berhasil meraih kekuasaan telah
melayani kepentingan Islam dan umat Islam. Padahal, dengan tinjauan
sekilas saja, akan terlihat PKP sangat jauh dari ajaran dan politik
Islam. Buktinya, PKP mengumumkan tidak akan memusuhi Barat (penjajah),
mempercayai demokrasi, ingin menjadi bagian Eropa, serta menjadi sekutu
Israel dan mengadakan perjanjian militer dengannya. PKP juga
berpartisipasi dalam operasi militer NATO di Afghanistan untuk memerangi
Islam dan umat Islam di sana. Dan lebih dari semua itu, PKP adalah
pendukung ide-ide Mustafa Kamal Ataturk, manusia hina yang menjadi musuh
Islam nomor satu dan penghancur Khilafah.
Harakah
seperti PKP ini yang amat didambakan Barat, sehingga Barat berusaha
mewujudkannya di berbagai negara di Dunia Islam. Tujuannya adalah untuk
menghambat harakah Islam ideologis yang selalu diperangi AS, Eropa, dan
penguasa zalim Dunia Islam atas nama perang melawan terorisme,
fundamentalisme, radikalisme, ekstremisme, dan semacamnya.
Memang
Barat telah menggariskan karakter-karakter tertentu untuk harakah Islam
agar sesuai dengan kepentingan Barat. Mereka menghendaki agar harakah
Islam dapat menerima sistem thaghut yang dijalankan Barat dan penguasa
Dunia Islam yang zalim. Agar diterima umat, Barat menyebut aktivis
harakah ini sebagai kaum moderat, bukan kaum fundamentalis atau
ekstremis yang memang dimusuhi Barat.
Padahal
kenyataannya, kaum moderat hakikatnya tidak berbeda dengan kaum
liberal-sekuler, kecuali perbedaan formalitas saja. Jika dicermati,
lontaran ide harakah Islam pragmatis sama saja dengan ide kelompok
liberal-sekuler. Kita jangan tertipu dengan permainan istilah dan
pengggunaan simbol-simbol Islam. Contoh nyatanya adalah PKP di Turki.
PKP sangat sering mengeksploitir istilah dan simbol Islam. Padahal
berbagai strategi dan langkah politiknya, seribu kali lebih berbahaya
bagi umat Islam daripada kelompok-kelompok sekuler.
Maka
sudah saatnya umat Islam sadar, bahwa tak setiap harakah yang
seakan-akan Islami dan melayani kepentingan Islam adalah memang
betul-betul baik bagi Islam ! Kita juga harus menyadari bahwa di antara
harakah Islam ada yang menjadi agen Barat yang sadar atau tidak justru
melayani kepentingan-kepentingan Barat. Kita juga harus sadar bahwa niat
yang ikhlas tidaklah cukup, melainkan juga diperlukan langkah
perjuangan yang benar sesuai Syariah Islam.
Karakter Harakah Yang Mengakui Sistem Thaghut
Paling tidak ada 6 (enam) karakter harakah Islam yang mengakui sistem thaghut dan menjadi agen Barat
Pertama,
menganut sikap pragmatis (waqi’iyyah), yaitu bertindak bukan atas dasar pertimbangan
Syariah, melainkan atas dasar fakta yang ada dengan pertimbangan untung rugi (manfaat).
Kedua, tidak mempunyai ide Islam yang jelas. Mereka menyerukan Islam secara umum saja, dengan penafsiran yang disesuaikan dengan fakta yang ada demi meraih keridhoan penguasa zalim dan kaum penjajah (Barat).
Ketiga,
tidak berusaha mengubah secara total sistem sekuler yang ada, melainkan hanya memperbaikinya secara parsial pada aspek-aspek tertentu. Mereka mempunyai asumsi dasar bahwa sistem yang ada sudah sah dan sudah final. Yang diubah bukan sistemnya, melainkan hal-hal tertentu yang memerlukan perbaikan, misalnya korupsi.
Keempat,mempunyai wawasan dan aksi yang hanya bersifat lokal. Mereka tidak peduli dengan persoalan umat Islam yang bersifat global, misalnya mempersatukan seluruh umat Islam dalam satu negara Khilafah.
Kelima,
selalu berusaha menampakkan diri sebagai kelompok modern dan moderat, dengan dalih Islam adalah agama yang fleksibel dan luwes. Mereka mengecam harakah Islam ideologis sebagai kelompok garis keras (mutasyadidun) yang hanya cari masalah dengan memberontak kepada pemerintahan yang sah. Mereka menggembar-gemborkan ide-ide tertentu, seperti fiqih al-waqi’ (fiqih yang bertoak dari fakta), fiqih al-mashalih (fiqih yang mempertimbangkan kemaslahatan), dan semisalnya. Mereka masuk ke dalam parlemen dengan dalih untuk menegakkan agama, dan seterusnya.
Keenam,
mementingkan figuritas. Mereka adalah harakah yang mempraktikkan kultus individu, karena mengedepankan figur pimpinan (qiyadah) daripada pemikiran yang serius dan produktif. Jika menghadapi masalah yang perlu keputusan, kata akhirnya bukan pada pertimbangan pemikiran, melainkan pada kehendak figur pimpinan yang telah tertawan oleh realitas sistem yang bobrok.
menganut sikap pragmatis (waqi’iyyah), yaitu bertindak bukan atas dasar pertimbangan
Syariah, melainkan atas dasar fakta yang ada dengan pertimbangan untung rugi (manfaat).
Kedua, tidak mempunyai ide Islam yang jelas. Mereka menyerukan Islam secara umum saja, dengan penafsiran yang disesuaikan dengan fakta yang ada demi meraih keridhoan penguasa zalim dan kaum penjajah (Barat).
Ketiga,
tidak berusaha mengubah secara total sistem sekuler yang ada, melainkan hanya memperbaikinya secara parsial pada aspek-aspek tertentu. Mereka mempunyai asumsi dasar bahwa sistem yang ada sudah sah dan sudah final. Yang diubah bukan sistemnya, melainkan hal-hal tertentu yang memerlukan perbaikan, misalnya korupsi.
Keempat,mempunyai wawasan dan aksi yang hanya bersifat lokal. Mereka tidak peduli dengan persoalan umat Islam yang bersifat global, misalnya mempersatukan seluruh umat Islam dalam satu negara Khilafah.
Kelima,
selalu berusaha menampakkan diri sebagai kelompok modern dan moderat, dengan dalih Islam adalah agama yang fleksibel dan luwes. Mereka mengecam harakah Islam ideologis sebagai kelompok garis keras (mutasyadidun) yang hanya cari masalah dengan memberontak kepada pemerintahan yang sah. Mereka menggembar-gemborkan ide-ide tertentu, seperti fiqih al-waqi’ (fiqih yang bertoak dari fakta), fiqih al-mashalih (fiqih yang mempertimbangkan kemaslahatan), dan semisalnya. Mereka masuk ke dalam parlemen dengan dalih untuk menegakkan agama, dan seterusnya.
Keenam,
mementingkan figuritas. Mereka adalah harakah yang mempraktikkan kultus individu, karena mengedepankan figur pimpinan (qiyadah) daripada pemikiran yang serius dan produktif. Jika menghadapi masalah yang perlu keputusan, kata akhirnya bukan pada pertimbangan pemikiran, melainkan pada kehendak figur pimpinan yang telah tertawan oleh realitas sistem yang bobrok.
Harakah
dengan karakter-karakter ini jelas sangat menyenangkan penguasa dari
sistem thaghut. Harakah seperti ini pun kemudian dimanfaatkan dan
diperalat untuk mengalihkan perhatian umat dari harakah ideologis yang
sahih. Dengan demikian, di samping telah mengacaukan gambaran perjuangan
Islam yang hakiki, harakah pragmatis itu juga telah mempersulit
perjuangan ke arah perubahan total yang dikehendaki Islam.
Padahal
sudah jelas, keterlibatan harakah pragmatis dalam parlemen sesungguhnya
adalah suatu bentuk ketaatan kepada thaghut dan upaya jahat untuk
memperpanjang umur thaghut itu. Hal ini juga akan mengacaukan pemahaman
umat mengenai sistem thaghut sehingga umat bisa jadi menganggap sistem
thaghut yang ada sudah bagus dan final.
Penutup
Dari
seluruh penjelasan di atas, sudah seharusnya harakah pragmatis
menyadari kekeliruan langkah mereka. Namun akankah mereka mau sadar?
Dengan penuh kepahitan kami katakan, nampaknya mereka tidak akan sadar.
Sebab cacat yang ada pada harakah pragmatis itu adalah cacat bawaan yang
fatal, yaitu cacat pada ide (fikrah) dan metode (thariqah) perjuangan
mereka.
Sungguh,
setiap perjuangan yang dilandasi asumsi bahwa sistem yang ada sudah sah
dan tidak perlu diubah, hanya akan menghasilkan kesia-siaan dan
kemurkaan dari Allah SWT, meskipun mereka berniat ikhlas.
Ingatlah firman Allah SWT :
(أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)
”Apakah
orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin
(dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang
lurus?” (QS Al-Mulk [67] : 22)
Juga firman-Nya :
(وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا)
”Dan
orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan
mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta.”
(QS Al-Furqaan [25] : 73). Wallahu a’lam. [ ] (Disarikan dari artikel
Amaa Aan li al-Harakat al-Islamiyah allatiy Ta’tarifu bi Syar’iyyah
Al-Anzhimah an Tash-huw, oleh Dr. Hazim Badar, Palestina, Majalah
Al-Waie (Arab), no. 282, Edisi Khusus Rajab 1431 H/ Juli 2010)
0 Komentar
Penulisan markup di komentar